Saturday, November 23, 2019

PORAK (Polusi Udara Kota) Porandakan Kehidupan Umat Manusia


“A nation that destroys its soils destroys itself. Forests are the lungs of our land, purifying the air and giving fresh strength to our people.” ― Franklin D. Roosevelt

Franklin D. Roosevelt telah menggambarkan bagaimana manusia membutuhkan alam untuk terus dapat bertahan hidup. Ia memaknai bahwa tanah sebagai salah satu sumberdaya alam merupakan sumber kehidupan suatu bangsa yang keberlanjutannya sangat ditentukan oleh keadaan hutan sebagai produsen O2 dan pengendali kualitas udara yang mereduksi CO2 hasil pembakaran kendaraan bermotor dan aktivitas industrialisasi. Menurutnya, hilangnya hutan adalah suatu bagian dari hancurnya suatu bangsa dan juga hilangnya kekuatan alami bagi masyarakat yaitu udara bersih.

Baru-baru ini tagar #UdaraBersihAdalahHakAsasiManusia sempat menjadi trending topic di beberapa media. Udara bersih merupakan bagian dari lingkungan hidup kita yang memiliki peran sangat besar dalam kehidupan sehari-hari seluruh makhluk hidup. Akan tetapi, dalam kenyataannya setiap hari peningkatan polusi udara terus terjadi, salah satu contohnya adalah tingkat polusi udara di Kota Jakarta pada tahun 2019 yang sangat buruk. Green Peace mencatat tingkat polusi udara di Jakarta Selatan mencapai 42.2 µg/m3 dan Jakarta Pusat mencapai 37.5 µg/m3. Dengan kata lain, konsentrasi PM2.5 di Kota Jakarta mencapai empat kali lipat di atas batas aman tahunan menurut standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 10 µg/m3. Angka tersebut juga telah jauh melebihi batas aman tahunan menurut standar nasional yang tercantum pada PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yaitu 15 µg/m3.

Polusi udara ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi hampir di seluruh dunia. Pada hari peringatan Lingkungan Hidup sedunia, yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juni 2019 lalu di Tiongkok, tema yang diangkat yaitu “polusi udara”. Tema ini diambil karena polusi udara telah menjadi ancaman global yang semakin mengkhawatirkan dan mempengaruhi kesehatan umat manusia dan kondisi lingkungan global. PBB menyatakan 9 dari 10 orang sekarang menghirup udara yang tercemar. WHO menyatakan hal ini menyebabkan krisis kesehatan global dengan 7 juta kematian orang per tahun.

Polusi udara juga membunuh 800 orang setiap jam atau 13 orang setiap menit. Jumlah itu 3 kali lebih banyak dibandingkan kematian akibat malaria, tuberculosis, dan AIDS yang digabungkan setiap tahun. Polusi udara dari sektor rumah tangga menyebabkan sekitar 3,8 juta kematian dini setiap tahun. Sebagian besar terjadi di negara berkembang, dan sekitar 60% dari kematian itu terjadi pada perempuan dan anak-anak. Polusi udara bertanggung jawab atas 26% kematian akibat penyakit jantung iskemik, 24% kematian akibat stroke, 43% akibat penyakit paru obstruktif kronis dan 29% akibat kanker paru-paru. Pada anak-anak, polusi udara terkait dengan berat badan lahir rendah, asma, kanker pada masa kanak-kanak, obesitas, perkembangan paru-paru yang buruk, dan autisme.

Berdasarkan salah satu penelitian yang dilakukan di Salt Lake City, Amerika Serikat pada bulan Februari 2019, ditemukan fakta bahwa peningkatan kadar nitrogen dioksida sebanyak 20 mikrogram per meter kubik udara berkorelasi dengan peningkatan kasus keguguran hingga sekitar 16 persen. Dalam penelitian tersebut sekitar 1300 perempuan yang masuk ke unit gawat darurat setelah mengalami keguguran dari tahun 2007 hingga 2015. Hasil penelitian menunjukkan, penyebab utama kasus keguguran adalah naiknya kadar polutan nitrogen dioksida dalam masa satu minggu sebelum keguguran.

Gambar. Dampak Polutan Terhadap Kesehatan Manusia

Fenomena ini tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan dampaknya didasari oleh beberapa hal yang sejatinya merupakan perbuatan dari ulah manusia sendiri. Lalu apa yang menyebakan pencemaran udara ini? Sejumlah polutan global dan lokal termasuk didalamnya karbon hitam atau jelaga, yang dihasilkan karena system pembakaran yang tidak efisien dari sumber seperti kompor, mesin diesel dan gas metana. Setidaknya terdapat lima sumber utama penyebab terjadinya pencemaran udara, diantaranya: pembakaran bahan bakar fosil di dalam ruangan, kayu dan biomassa lainnya untuk memasak, memanaskan dan menyalakan rumah; industri termasuk pembangkit listrik seperti pembangkit listrik tenaga batu bara dan generator diesel; transportasi terutama kendaraan dengan mesin diesel; pertanian terutama peternakan yang menghasilkan metana dan ammonia, sawah, yang menghasilkan metana dari pembakaran limbah pertanian.; dan pembakaran sampah terbuka dan sampah organic di tempat pembuangan sampah. Secara akumulatif sekitar 25% polusi udara sekitar perkotaan berasal dari partikel halus yang dihasilkan oleh aktivitas transportasi, 20% oleh pembakaran bahan bakar domestik dan 15% oleh kegiatan industri termasuk pembangkit listrik.

Seriusnya dampak yang ditimbulkan oleh polusi udara ini, maka PBB membuat gerakan #beatAirPollution yang saat ini sedang di upayakan berbagai pihak. Gerakan ini bertujuan untuk mengurangi polusi udara, mengembangkan alat untuk mendukung pembuatan kebijakan tentang polusi udara dan mitigasi perubahan iklim, mengurangi angka kematian dan penyakit yang ditimbulkan akibat polusi udara, dan berbagai alat industri dan transportasi yang lebih ramah lingkungan. Saat ini, 82 dari 193 negara memiliki insentif yang mempromosikan investasi dalam produksi energi terbarukan, produksi bersih, efisiensi energi, dan pengendalian polusi.

Dalam mewujudkan hal ini, komitmen pemerintah sangat dibutuhkan. Salah satu bentuk komitmen yang dilakukan pemerintah hari ini dapat dilihat dalam Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara yang menjadi lokomotif bagi untuk menyediakan transportasi publik dalam mengurangi penggunaan kendaraan pribadi sehingga emisi gas carbon dapat berkurang. Selain itu bentuk komitmen pemerintah untuk menggunakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan harus dilaksanakan, dikarenakan pada kondisinya PLTU selama ini merupakan penyumbang polusi udara yang cukup besar, khususnya di Indonesia. Pengetahuan masyarakat tentang polusi udara juga harus ditingkatkan, agar dalam upaya penanggulangan puolusi udara, masyarakat juga turut dapat berperan aktif.

Penulis: Ummu, Nur Aeni, dan Faiz (Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota UIN Alauddin Makassar)